BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam Agama islam kita semua mengetahu bahwa rukun iman ada enam yakni iman kepada Allah, iman kepada malaikat- malaikat Allah, iman kepada kitab- kitab Allah, iman kepada rosul- rosul Allah, iman kepada hari akhir dan iman kepada qodho’ dan qodhar Allah. Al-ilah berasal dari bahasa arab yang berarti Tuhan dalam bahasa Indonesia dan God dalam bahasa inggris.
Pada dasarnya fitrah manusia telah mengakui tentang adanya Tuhan, walaupun ia sendiri telah menyatakan diri sebagai seorang atheis atau komunis. Seorang atheis dan komunis mengatakan tidak ada Tuhan yang berarti, dibalik ucapanya itu ia mengatakan ada Tuhan tetapi dalam ketiadaanya. Ketika pecah perang dunia kedua ada suatu ungkapan yang popular bahwa didalam lubang- lubang perlindungan tidak ada penganut atheism. Ungkapan ini berarti bahwa jika manusia terjebak dalam situasi yang membahayakan jiwanya, tentu ia kmengakui adanya Tuhan (Kattsoff,1989:443)1)
Beriman bahwa Tuhan itu ada adalah iman yang paling utama. Jika seseorang sebagai seorang manusia sudah tidak percaya bahwa Tuhan itu benar- benar ada, maka sesungguhnya orang itu dalam kesesatan yang nyata. Namun sering kita bertanya benarkah Tuhan itu ada? Padahal kita tidak pernah sama sekali melihat Tuhan. Kita juga tidak pernah sama sekali bercakap-cakap dengan Tuhan. Karena itu, tidak heran jika orang-orang atheist menganggap Tuhan itu tidak ada. Cuma khayalan orang- orang belaka.
Munculnya berbagai pertanyaan tentang Tuhan merupakan pencerminan kebutuhan manusia kepada Tuhan, kelemahan manusia dalam mengatasi persoalanya sendiri, dan juga ketidakmampuan manusia dalam mempersepsi dirinya sendiri. Untuk itu dalam makalah ini penulis mencoba menjelaskan tentang pengertian Tuhan dan bukti- bukti adanya Tuhan.
- RUMUSAN MASALAH
Untuk memudahkan pembahasannya maka akan dibahas sub masalah sesuai dengan latar belakang diatas yakni sebagai berikut :
- Apa pengertian Tuhan?
- Apa bukti- bukti adanya Tuhan?
- TUJUAN
Makalah ini bertujuan untuk :
- Meningkatkan keimanan terhadap Tuhan
- Mengetahui pengertian Tuhan
- Memahami tentang bukti- bukti adanya Tuhan
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN TUHAN
Tentu definisi Tuhan yang paling tepat ialah yang kita diambil dari pemahaman akan pengertian Tuhan menurut apa yang telah dijabarkan di dalam al-Qur'an. Untuk itu, perlu kita sadari dua kenyataan terpenting, yang pasti akan kita peroleh apabila kita kaji dengan sungguh-sungguh kandungan al-Qur'an.
Yang pertama ialah di dalam al-Qur'an kita tidak pernah menemukan suatu ayat pun yang membicarakan atheist atau atheisme. Suatu hal yang kiranya sangat penting kita fikirkan mengingat kenyataan di zaman modern ini jutaan manusia telah menyatakan diri mereka sebagai "atheist" atau "orang yang tidak bertuhan". Setiap orang yang berideologi komunis mengaku, bahwa mereka tidak bertuhan (atheist).
Kenyataan kedua ialah, perkataan "Ilah", yang selalu diterjemahkan "Tuhan". Di dalam al-Qur'an dipakai untuk menyatakan berbagai objek, yang dibesarkan atau dipentingkan manusia. Misalnya, di dalam ayat Q. 45:23 dan Q.25:43.
"Tidakkah kamu perhatikan betapa manusia meng-ilahkan keinginan-keinginan pribadi mereka .?"
Dalam ayat Q. 28:38, perkataan "ilah" dipakai olch Fir'aun untuk dirinya sendiri: "Dan Fir'aun berkata: 'Wahai para pembesar, aku tidak menyangka, bahwa kalian masih punya ilah selain diriku'."
Dari contoh ayat-ayat tersebut di atas, ternyata perkataan "ilah" bisa mengandung arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi)
maupun benda nyata (Fir'aun atau raja, atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Dari dua kenyataan di atas dapatlah diambil kesimpulan sebagai berikut: Tidak adanya perkataan atheist dan atheisme di dalam al-Qur'an membuktikan, bahwa tidak mungkin manusia itu tidak bertuhan.1)
Untuk dapat mengerti dengan tuntas akan masalah ini dapatlah kita buat definisi "Tuhan" atau "Ilah" yang tepat, berdasarkan logika al-Qur'an sebagai berikut:
Secara ethimologi Al Ilah terdiri dari A (alif), L (lam) dan H (ha) yang dalam kamus bahasa arab berasal dari kata Aliha – Yaklahu – Ilaha – Tan. Urainnya dapat dijabarkan sebagai berikut :
Alahtu kepada A : aku berlindung kepada A
Seorang laki- laki Aliha – Yaklahu : seorang laki- laki melindungi orang lain yang terkejut oleh suatu bencana
Alaha bayi yang sedang diceraikan ibunya : bila ia rindu ia hendak kembali pada ibunya “Alaha – Ilahatan dan Aluhatan artinya menyembah”
Ilahun : dapat berarti (Al Mahbub) sesuatu yang dicintai, Al- Marhub (sesuatu yang disenangi) dan (Al-Matbu) sesuatu yang diikuti dengan ketundukan)
Dari uaraian diatas maka ada dua kelompok yaitu yang butuh dan yang dibutuhkan. Kelompok pertama terdiri dari: aku, orang lain, bayi, penyembah dan pencinta. Sedangkan kelompok kedua terdiri dari A, seorang laki- laki, ibu, sesuatu yang disembah dan sesuatu yang dicintai. Kelompok pertama beranggapan bahwa kelompok kedua memiliki kemampuan lebih dari pada dirinya sehingga kelompok pertama membutuhkan kelompok kedua.
Hal inilah yang selanjutnya menyebabkan kata Alaha- Yaklahu- Ilahatan dipakai dalam arti ibadah atau menghambakan diri. Kata Ilah berarti sesuatu yang disembah atau tempat penghambaan diri. 1)
secara ethimologi Al Ilah memiliki pengertianyang begitu luas maka untuk mempertegas dibutuhkan pengertian Al Ilah secara terminology :
Al-Ilah ialah sesuatu yang dipentungkan dan kepentinganya itu melebihi kepentingan terhadap hal-hal lain atau sesuatu yang mendominasi diri sehingga sesuatu itu dipuja, dijunjung tinggi, dan diberi kedudukan yang tinggi dari yang lain 2)
Al-ilah ialah yang dipuja dengan penuh kecintaan hati; tunduk kepadanya, merendahkan diri di hadapannya, takut dan mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdo'a dan bertawakkal kepadanya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya.3)
Maka dari sini dapat kita ambil kesimpulan bahwa Tuhan atau dalam bahasa arah disebut Al Ilah adalah sesuatu yang dipuja dengan penuh kecintaan dan merendahkan diri, tempat memohon pertolongan dan bertawakkal serta sesuatu yang dipentingkan melebihi kepentingan hal- hal lain yang menimbulkan ketenangan disaat kita mengingatnya.
Berdasarkan definisi ini dapatlah difahami, bahwa tuhan itu bisa berbentuk apa saja, yang dipentingkan oleh manusia. Yang pasti ialah manusia tidak mungkin atheist, tidak mungkin tidak bertuhan. Berdasarkan logika al-Qur'an bagi setiap manusia mesti ada sesuatu yang dipcrtuhankannya. Dengan demikian, maka orang-orang komunis itu pun pada hakikatnya bertuhan juga. Adapun tuhan mereka ialah ideology atau angan-angan (Utopia) mereka, yaitu terciptanya "masyarakat komunis, di mana setiap orang boleh bekerja menurut kemampuan masing-masing dan mendapatkan penghasilan sesuai dengan kebutuhan masing-masing",
B. BUKTI- BUKTI ADANYA TUHAN
Mari kita simak cerita ini terlebih dahulu. Ada kisah zaman dulu tentang orang atheist yang tidak percaya dengan Tuhan. Dia mengajak berdebat seorang alim mengenai ada atau tidak adanya Tuhan. Di antara pertanyaannya adalah: `Benarkah Tuhan itu ada` dan `Jika ada, di manakah Tuhan itu?`
Ketika orang atheist itu menunggu bersama para penduduk di kampung tersebut, orang alim itu belum juga datang. Ketika orang atheist dan para penduduk berpikir bahwa orang alim itu tidak akan datang, barulah muncul orang alim tersebut.
`Maaf jika kalian menunggu lama. Karena hujan turun deras, maka sungai menjadi banjir, sehingga jembatannya hanyut dan saya tak bisa menyeberang. Alhamdulillah tiba-tiba ada sebatang pohon yang tumbang. Kemudian, pohon tersebut terpotong-potong ranting dan dahannya dengan sendirinya, sehingga jadi satu batang yang lurus, hingga akhirnya menjadi perahu. Setelah itu, baru saya bisa menyeberangi sungai dengan perahu tersebut.` Begitu orang alim itu berkata.
Si Atheist dan juga para penduduk kampung tertawa terbahak-bahak. Dia berkata kepada orang banyak, `Orang alim ini sudah gila rupanya. Masak pohon bisa jadi perahu dengan sendirinya. Mana bisa perahu jadi dengan sendirinya tanpa ada yang membuatnya!` Orang banyak pun tertawa riuh.
Setelah tawa agak reda, orang alim pun berkata, `Jika kalian percaya bahwa perahu tak mungkin ada tanpa ada pembuatnya, kenapa kalian percaya bahwa bumi, langit, dan seisinya bisa ada tanpa penciptanya? Mana yang lebih sulit, membuat perahu, atau menciptakan bumi, langit, dan seisinya ini?`
Mendengar perkataan orang alim tersebut, akhirnya mereka sadar bahwa mereka telah terjebak oleh pernyataan mereka sendiri.
`Kalau begitu, jawab pertanyaanku yang kedua,` kata si Atheist. `Jika Tuhan itu ada, mengapa dia tidak kelihatan. Di mana Tuhan itu berada?` Orang atheist itu berpendapat, karena dia tidak pernah melihat Tuhan, maka Tuhan itu tidak ada.
Orang alim itu kemudian menampar pipi si atheist dengan keras, sehingga si atheist merasa kesakitan.
`Kenapa anda memukul saya? Sakit sekali.` Begitu si Atheist mengaduh.
Si Alim bertanya, `Ah mana ada sakit. Saya tidak melihat sakit. Di mana sakitnya?`
`Ini sakitnya di sini,` si Atheist menunjuk-nunjuk pipinya.
`Tidak, saya tidak melihat sakit. Apakah para hadirin melihat sakitnya?` Si Alim bertanya ke orang banyak.
Orang banyak berkata, `Tidak!`
`Nah, meski kita tidak bisa melihat sakit, bukan berarti sakit itu tidak ada. Begitu juga Tuhan. Karena kita tidak bisa melihat Tuhan, bukan berarti Tuhan itu tidak ada. Tuhan ada. Meski kita tidak bisa melihatNya, tapi kita bisa merasakan ciptaannya.` Demikian si Alim berkata.
Sederhana memang pembuktian orang alim tersebut. Tapi pernyataan bahwa Tuhan itu tidak ada hanya karena panca indera manusia tidak bisa mengetahui keberadaan Tuhan adalah pernyataan yang keliru.
Berapa banyak benda yang tidak bisa dilihat atau didengar manusia, tapi pada kenyataannya benda itu ada?
Betapa banyak benda langit yang jaraknya milyaran, bahkan mungkin trilyunan cahaya yang tidak pernah dilihat manusia, tapi benda itu sebenarnya ada?
Berapa banyak gelombang (entah radio, elektromagnetik. Listrik, dan lain-lain) yang tak bisa dilihat, tapi ternyata hal itu ada.
Benda itu ada, tapi panca indera manusia lah yang terbatas, sehingga tidak mengetahui keberadaannya.
Kemampuan manusia untuk melihat warna hanya terbatas pada beberapa frekuensi tertentu, demikian pula suara. Terkadang sinar yang amat menyilaukan bukan saja tak dapat dilihat, tapi dapat membutakan manusia. Demikian pula suara dengan frekuensi dan kekerasan tertentu selain ada yang tak bisa didengar juga ada yang mampu menghancurkan pendengaran manusia. Jika untuk mengetahui keberadaan ciptaan Allah saja manusia sudah mengalami kesulitan, apalagi untuk mengetahui keberadaan Sang Maha Pencipta! 1)
Segala sesuatu yang ada dialam ini seperti matahari, bulan, bintang, manusia, tumbuhan dan lain sebagainya itu selalu berubah- ubah dari tidak ada menjadi ada atau sebaliknya dari ada menjadi tidak ada.
1) http://syiarislam.wordpress.com/2007/09/13/bukti-tuhan-itu-ada/
Juga semua yang berubah- ubah dari suatu keadaan menjadi keadaan yang lain sifatnya tentu ada sebab atau ada yang mengubah. Berarti ada yang mengadakan dan ada yang menjadikan. Tuhan itulah yang menjadikan alam sekalian ini dan yang menjadikan pula tabiat atau khasiat tiap- tiap yang ada dialam ini. Apabila dikatakan semua itu terjadi dengan sendirinya tentu akal tidak akan dapat menerima yakni mustahil namanya.
Apabila kita melihat kursi, meja, pesawat, kapal, kereta api dan apapun yang kita lihat sehari- hari pasti kita mempercayai barang- barang itu ada yang membuatnya, meskipun kita tidak melihat sendiri orang yang membuatnya dan meskipun seandainya kita juga tidak tahu bagaimana cara membuatnya1)
Jika benda-benda yang sederhana seperti diatas ataupun sebatang korek api saja ada pembuatnya, apalagi dunia yang jauh lebih kompleks. Coba kita perhatikan urain dibawah ini.
Bumi yang sekarang didiami oleh sekitar 8 milyar manusia, keliling lingkarannya sekitar 40 ribu kilometer panjangnya. Matahari, keliling lingkarannya sekitar 4,3 juta kilometer panjangnya. Matahari, dan 8 planetnya yang tergabung dalam Sistem Tata Surya, tergabung dalam galaksi Bima Sakti yang panjangnya sekitar 100 ribu tahun cahaya (kecepatan cahaya=300 ribu kilometer/detik!) bersama sekitar 100 milyar bintang lainnya. Galaksi Bima Sakti, hanyalah 1 galaksi di antara ribuan galaksi lainnya yang tergabung dalam 1 `Cluster`. Cluster ini bersama ribuan Cluster lainnya membentuk 1 Super Cluster. Sementara ribuan Super Cluster ini akhirnya membentuk `Jagad Raya` (Universe) yang bentangannya sejauh 30 Milyar Tahun Cahaya! Harap diingat, angka 30 Milyar Tahun Cahaya baru angka estimasi saat ini, karena jarak pandang teleskop tercanggih baru sampai 15 Milyar Tahun Cahaya. 2)
Bayangkan, jika jarak bumi dengan matahari yang 150 juta kilometer ditempuh oleh cahaya hanya dalam 8 menit, maka seluruh Jagad Raya baru bisa ditempuh selama 30 milyar tahun cahaya. Itulah kebesaran ciptaan Allah! Jika kita yakin akan kebesaran ciptaan Tuhan, maka hendaknya kita lebih meyakini lagi kebesaran penciptanya.
Dalam Al Qur`an, Allah menjelaskan bahwa Dialah yang menciptakan langit, bintang, matahari, bulan, dan lain-lain:
`Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya.` [Al Furqoon:61]
Ada jutaan orang yang mengatur lalu lintas jalan raya, laut, dan udara. Mercusuar sebagai penunjuk arah di bangun, demikian pula lampu merah dan radar. Menara kontrol bandara mengatur lalu lintas laut dan udara. Sementara tiap kendaraan ada pengemudinya. Bahkan untuk pesawat terbang ada Pilot dan Co-pilot, sementara di kapal laut ada Kapten, juru mudi, dan lain-lain. Toh, ribuan kecelakaan selalu terjadi di darat, laut, dan udara. Meski ada yang mengatur, tetap terjadi kecelakaan lalu lintas.
Sebaliknya, bumi, matahari, bulan, bintang, dan lain-lain selalu beredar selama milyaran tahun lebih (umur bumi diperkirakan sekitar 4,5 milyar tahun) tanpa ada tabrakan. Selama milyaran tahun, tidak pernah bumi menabrak bulan, atau bulan menabrak matahari. Padahal tidak ada rambu-rambu jalan, polisi, atau pun pilot yang mengendarai. Tanpa ada Tuhan yang Maha Mengatur, tidak mungkin semua itu terjadi. Semua itu terjadi karena adanya Tuhan yang Maha Pengatur. Allah yang telah menetapkan tempat-tempat perjalanan (orbit) bagi masing-masing benda tersebut. Jika kita sungguh-sungguh memikirkan hal ini, tentu kita yakin bahwa Tuhan itu ada.
Maka dari sinilah kita menyakini dan membenarkan bahwa Tuhan itu benar- benar ada. Tuhanlah yang menciptakan alam semesta ini begitu juga Tuhanlah yang mengatur semuanya sehingga jagad raya ini bisa berjalan sesuai dengan aturanya, benda- benda langit yang beredar sesuai dengan orbitnya tanpa harus bertabrakan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari makalah dapat di ambil kesimpulan bahwa Tuhan yang dalam bahasa arab disebuh Al Ilah sesuatu yang dipuja dengan penuh kecintaan dan merendahkan diri, tempat memohon pertolongan dan bertawakkal serta sesuatu yang dipentingkan melebihi kepentingan hal- hal lain yang menimbulkan ketenangan disaat kita mengingatnya.
Tuhan bisa kita buktikan adanya melalui ciptan- ciptaan-Nya dikarenakan panca indera kita tidak sanggup untuk menyaksikan adanya Tuhan. Adanya ala mini adalah bukti akan adanya Tuhan. Jika kursi atau meja yang sederhana saja kita percaya bahwa semua itu tidak ada dengan sendirinya namun ada yang membuat meski kita tidak menyaksikan siapa yang membuat, maka alam semesta yang amat rumit dan kompleks ini dibandingkan dengan sebuah kursi tentu alam semesta ini juga ada yang menciptkan. Dan yang menciptakan adalah Tuhan yang dalam bahasa arab kita sebut Al Ilah dan bahasa inggris disebut God.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Majid, Mufid, Suyoto, Tobroni, Nurhakim, Fathur Rahman, Al-Islam 1, LSI Kemuhammadiyahan UMM, Malang, 1996. Hal. 81
Dr. Yusuf Qardawi: "Tauhid dan Fenomena Kemusyrikan, (Haqiqat Al-Tauhid) terjemahan H. Abd. Rahim Haris, Pustaka Darul Hikmah, Bima, hal. 26 - 27).
Zarkasyi, Imam, Usuludin. Trimurti, Ponorogo. 1994. Hal.24
Sumber lain :
file:///E:/kul/ilmu%20kalam/Tuhan.html
MASYAALLAH :)
BalasHapus